Sejarah Hari Kesehatah Nasional
Pada sekitar tahun 1960-an malaria merupakan salah satu penyakit rakyat yang berkembang dengan subur. Ratusan ribu jiwa terenggut akibat malaria. Berdasarkan penyelidikan dan pengalaman, sebenarnya penyakit malaria di Indonesia dapat dilenyapkan, Untuk itu cara kerja harus dirubah dan diperbarui. Maka pada September 1959 dibentuk Dinas Pembasmian Malaria (DPM) yang kemudian pada Januari 1963 dirubah menjadi Komando Operasi Pembasmian Malaria (KOPEM). Pembasmian malaria tersebut ditangani secara serius oleh pemerintah dengan dibantu oleh USAID dan WHO. Direncanakan bahwa pada tahun 1970 malaria hilang dari bumi Indonesia.
Pada akhir tahun 1963, dalam rangka pembasmian malaria dengan racun serangga DDT, telah dijalankan penyemprotan rumah-rumah di seluruh Jawa,, Bali dan Lampung, sehingga lebih kurang 64,5 juta penduduk telah mendapat perlindungan dari kemungkinan serangan malaria.
Usaha itu juga dilanjutkan dengan usaha surveilans yang berhasil menurunkan "parasite index" dengan cepat, yaitu dari 15% menjadi hanya 2%.
Pada saat itulah, tepatnya pada tanggal 12 November 1964, peristiwa penyemprotan nyamuk malaria secara simbolis dilakukan oleh Bung Karno selaku Presiden RI di desa Kalasan, sekitar 10 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Meskipun peristiwanya sendiri merupakan upacara simbolis penyemprotan nyamuk, tetapi kegiatan tersebut harus dibarengi dengan kegiatan pendidikan atau penyuluhan kepada masyarakat. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai Hari Kesehatan Nasional (HKN), yang setiap tahun terus menerus diperingati sampai sekarang. Sejak
itu, HKN dijadikan momentum untuk melakukan pendidikan/penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Upaya pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tidak lepas dari peranan para Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan program-program unggulannya masing-masing.
Berikut profil singkat Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan program unggulan masing-masing sejak masa Orde Baru hingga tahun 2014.
PROF. DR. GERRITZ A. SIWABESSY
Menteri Kesehatan Republik Indonesia putera Maluku ini sebenarnya mulai menjabat sebagai Menteri Kesehatan sejak tahun 1966, tergabung dalam Kabinet Ampera I (25 Juli 1966 - 17 Oktober 1967), dan Kabinet Ampera ll (17 Oktober 1967 - 6 Juni 1968). Pada masa Orde Baru, beliau dipercaya kembali menjadi Menteri Kesehatan yang tergabung dalam Kabinet Pembangunan I (6 Juni 1968- 28 Maret 1973), dan Kabinet Pembangunan Il (28 Maret 1973- 29 Maret 1978).
Salah satu prestasi yang patut dibanggakan adalah pengakukan Organisasi Kesehatan Dunia (Worid Health Organisation, WHO) atas keberhasilannya membebaskan seluruh wilayah Indonesia dari ancaman penyakit cacar. Selama kariernya, banyak sekali program yang telah Siwabessy lakukan dalam lingkup kesehatan. Mulai dari program Keluarga Berencana (KB), Puskesmas, Askes, Balai Kesehatan lbu dan Anak (BKIA), penanggulangan penyakít menular seperti malaria, TBC, cacingan, kolera, tifus, disentri, sampai dengan upaya penanggulangan penyakit kanker. Selain itu, Siwabessy berhasil memimpin Departemen Kesehatan melewati fase penyelamatan, rehabilitasi, konsolidasi dan stabilisasi.
Kesuksesan lain yang ditorehkan Departemen Kesehatan di bawah kepemimpinan Siwabessy yaitu memuat pembangunan sarana kesehatan yang terdiri dari Puskesmas dan tenaganya serta
pembangunan Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga (Samijaga) di seluruh indonesia. Oleh karena keberhasilan Siwabessy membuat kebijakan dan melaksanakan pembangunan kesehatan di atas, maka WHO kemudian menganugerahkan penghargaan kepadanya.
DR. SOEWARDJONO SOERJANINGRAT
Dr. Soewardjono Soerjaningrat ditunjuk sebagai Menteri Kesehatan RI dalam dua periode pemerintahan, yaitu dalam Kabinet Pembangunan III (29 Maret 1978-19 Maret 1983), dan Kabinet Pembangunan IV(19 Maret 1983-21 Maret 1988).
Kinerja Soewardjono selama memimpin Departemen Kesehatan dipandang baik oleh Presiden Soeharto sehingga ia diangkat kembali sebagai Menteri Kesehatan dalam Kabinet Pembangunan IV periode 1983-1988.
Banyak hasil gemilang yang dicapainya selama sepuluh tahun menjadi orang nomor satu dalam pembangunan kesehatan nasional. Sebagian program kerjanya adalah melanjutkan kebijakan pendahulunya seperti merealisasikan rencana pembentukan puskesmas di seluruh kecamatan, dan melanjutkan pembangunan infrastruktur kesehatan nasional, serta mengembangkan kerja sama dengan Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial, dan Departemen Pendidikan serta Kebudayaan yang dirintis Siwabessy.
Soewardjono juga menggabungkan berbagai pos pelayanan kesehatan di desa menjadi posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) sehingga memudahkan koordinasi dan mencegah tumpang-tindih program kerja antarpos pelayanan kesehatan yang ada di desa-desa. la juga mendirikan lembaga PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) yang difungsikan sebagai penggerak utama program berperilaku sehat. Di antara perilaku tidak sehat yang dikecamnya adalah kebiasaan merokok. Secara terbuka, ia mengampanyekan gerakan antirokok karena dapat merugikan kesehatan.
DR. ADHYATMA, MPH
Menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI pada Kabinet Pembangunan V (21 Maret 1988 - 17 Maret 1993). Adhyatma dikenal sebagai sosok yang sederhana, pekerja keras, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.
Untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi serta dalam rangka melanjutkan pembangunan di bidang kesehatan, dalam periode ini sasaran pelayanan kesehatan masyarakat adalah dengan melaksanakan program-program yang mendukung upaya penurunan angka kematian bayi, meningkatkan kemampuan puskesmas dalam menggerakkan peran serta masyarakat, dan
meningkatkan jumlah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas dengan tempat perawatan,
dan puskesmas keliling.
Program-program pembangunan kesehatan lainnya juga dilakukan, antara lain:
-Perbaikan gizi masyarakat,
-Peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang lebih merata kepada masyarakat,
-Pelayanan kesehatan rujukan medis,
-Pencegahan dan pemberantasan penyakit,
-Penyuluhan kesehatan masyarakat,
-Pendayagunaan tenaga kesehatan,
-Pengawasan obat dan makanan,
-Penelitian dan pengembangan,
-Penyempurnaan efisiensi aparatur kesehatan dan pengawasan,
-Penyempurnaan prasarana fisik.
PROF. DR. SUJUDI
Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Sujudi meniti karier sebagai dosen di almamaternya. Mata kuliah yang diasuhnya adalah mikrobiologi, suatu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari jasad renik penyebab penyakit.
Sujudi termasuk orang yang berjasa dalam mengembangkan mikrobiologi di tanah air. Sejak 1966, ia mengepalai Bagian Mikrobiologi FKUI. Jabatan itu diembannya selama 13 tahun. Talentanya dalam pengembangan mikrobiologi semakin mengemuka setelah berhasil meraih gelar doktor bidang mikrobiologi.
Berkat prestasi germilang yang berhasil ditunjukkan tersebut, Sujudi ditunjuk sebagai Menteri Kesehatan RI tergabung dalam Kabinet Pembangunan VI (17 Maret 1993-16 Maret 1998). Selama menjabat sebagai Menteri Kesehatan, berikut program-program yang dijalankan oleh Sujudi:
-Penyuluhan kesehatan masyarakat,
-Pelayanan kesehatan masyarakat,
-Pelayanan kesehatan rujukan rumah sakit,
-Perbaikan gizi,
-Pencegahan dan pemberantasan penyakit,
-Pengawasan obat dan makanan, Pembinaan pengobatan tradisional,
-Penyediaan air bersih,
-Penyehatan lingkungan permukiman,
-Pendidikan dan pelatihan,
-Penelitian dan pengembangan,
-Pembinaan pemuda,
-Pembinaan anak dan remaja,
-Peranan wanita,
-Pengembangan informasi kesehatan, dan pengembangan hukum kesehatan.
Selain itu, Sujudi berhasil menjalankan Pekan Imunisasi Nasional yang merupakan kampanye kesehatan masyarakat terbesar di abad ke-20 untuk membasmi penyakit polio.
PROF. DR. FARID ANFASA MOELOEK
Sebelum menjadi Menteri, Moeloek adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kata "sehat" menjadi kosakata terpenting dalam konsepnya membangun kesehatan. Sehingga Moeloek merubah cara berpikir dengan memperkenalkan paradigma sehat. Sebelumnya, kita menggunakan paradigma sakit dalam melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan sehingga hanya terfokus untuk mengobati orang sakit. Menurutnya, paradigma sakit merupakan suatu kekeliruan secara konseptual, dan karena itu harus diubah dengan konsep baru, yakni paradigma sehat.
Moeloek ditunjuk menjadi Menteri Kesehatan RI oleh Presiden Soeharto dalam Kabinet Pembangunan VIl (16 Maret 1998 - 21 Mei 1998), kemudian jabatan tersebut dilanjutkan dalam Kabinet Reformasi (23 Mei 1998-23 Oktober 1999) di bawah pimpinan Presiden B. J. Habibie.
Program-program pembangunan kesehatan yang berhasil dilakukan oleh Moeloek adalah:
-Perbaikan perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat,
-Pengembangan lingkungan sehat,
-Perbaikan upaya kesehatan,
-Perbaikan sumber daya kesehatan,
-Peningkatan pengawasan obat, makanan, dan bahan berbahaya,
-Peningkatan kemampuan untuk merumuskan kebijakan manajemen pembangunan kesehatan,
-Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
DR. ACHMAD SUYUDI, DSPB, MHA
Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1972, Achmad Sujudi meniti karir di Departemen Kesehatan. Karirnya terus meningkat seiring dengan prestasi-prestasi yang berhasil ia raih. Pada tahun 1998, Achmad Sujudi dilantik menjadi Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PPM dan PLP).
Achmad Sujudi ditunjuk sebagai Menteri Kesehatan RI oleh Presiden Abdurahman Wahid dalam Kabinet Persatuan Nasional (23 Oktober 1999 - 9 Agustus 2001), kemudian berlanjut dalam Kabinet Gotong Royong (9 Agustus 2001-20 Oktober 2004) yang dibentuk oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Program kesehatan yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan di bawah kepemimpinan Achmad Sujudi antara tahun 2000-2004 adalah:
-Lingkungan sehat,
-Pemberdayaan individu,
-Upaya kesehatan,
-Keluarga, dan masyarakat,
-Perbaikan gizi masyarakat,
-Peningkatan sumberdaya kesehatan,
-Pengawasan obat, makanan, dan zat adiktif,
-Pengembangan kebijakan dan manajemen permbangunan kesehatan.
Sampai pada tahun tahun 2004, sarana pelayanan kesehatan terus bertambah baik. Jumlah Puskesmas meningkat dari 7.195 buah pada tahun 1999, menjadi 7.237 pada tahun 2000, dan 7.500 pada tahun 2004.
Rata-rata setiap 100.000 penduduk dilayani oleh 4 buah Puskesmas. Jumlah Puskesmas Pembantu (Pustu) juga cenderung meningkat jumlahnya. Pada tahun 1999 terdapat 21,417 pustu dan kemudian meningkat menjadi 22.004 buah pada tahun 2004, Jumlah Puskesmas Perawatan juga meningkat dari 1.785 buah pada tahun 2000 menjadi 2.010 buah pada tahun 2004.
DR. SITI FADILAH SUPARI
Siti Fadilah Supari adalah alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gaiah Mada kemudian melanjutkan pendidikan spesialis jantung ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan lulus tahun 1987.
Siti Fadilah Supari diangkat sebagai Menteri Kesehatan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan tergabung dalam Kabinet Indonesia Bersatu (20 Oktober 2004 - 22 Oktober 2009).
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Siti Fadilah Supari melaksanakan
program-program pembangunan kesehatan, yaitu:
-Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat,
-Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat,
-Meningkatkan jumlah, pemerataan, dan kualitas pelayanan kesehatan melalui Puskesmas,
-Meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit,
-Pencegahan dan pemberantasan penyakit,
-Perbaikan gizi masyarakat,
-Peningkatan jumlah, mutu, dan penyebaran tenaga kesehatan, serta peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan bagi penduduk miskin,
-Menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan,
-Pengawasan obat dan makanan,
-Pengembangan obat asli Indonesia,
-Pengembangan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan,
-Penelitian dan pengembangan kesehatan.
DR. ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Endang Rahayu adalah lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1979 kemudian berkesempatan melanjutkan pendidikan di Harvard Public Health (HSPH) untuk mencapai Master of Public Health (M. P.H.) dan Doctor of Public Health (Dr. P. H.).
Sebelum menjabat sebagai Menteri Kesehatan, berkat kepandaian dan ketekunannya, pada tahun 2007 Endang Rahayu dipromosikan sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Kapuslitbang) Biomedis dan Farmasi. Pada tanggal 22 Oktober 2009, Endang Rahayu dilantik sebagai Menteri Kesehatan RI oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyon dan tergabung dalam Kabinet indonesia Bersatu II.
Program-program pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan di bawah pimpinan Endang Rahayu adalah:
-Peningkatan Kesehatan ibu, bayi, dan balita,
-Perbaikan status gizi masyarakat,
-Pengendalian penyakit menular dikuti penyehatan lingkungan,
-Pengemnbangan sumber daya manusia kesehatan,
-Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu, dan
-penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan,
-Pengembangan sistem jaminan pembiayaan kesehatan,
-Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan,
-Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier.
Pada tanggal 2 Mei 2012, Endang Rahayu meninggal dunia sehingga jabatan Menteri Kesehatan untuk sementara waktu diserahkan kepada Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M. Sc. Ph.D. sebagai Pelaksana Tugas.
Pada tanggal 14 Juni 2012, jabatan Menteri Kesehatan dilanjutkan oleh dr. Nafsiah Mboi, Sp. A, MPH hngga selesainya masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (14 Oktober 2014). Nafsiah Mboi adalah seorang dokter spesialis anak.
PROF. DR. dr. NILA F. MOELOEK, SpM(K).
Menteri kesehatan pilihan Presiden Joko Widodo yang pernah menjadi "Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Millennium Development Goals" pada 2009 - 2014.
Program-program kesehatan akan dibuat dalam satu arah sesuai instruksi presiden. Penting untuk ke depan mengupayakan prormosi kesehatan dan pencegahan berbagai penyakit. Menurut lbu Nila, sebenarnya kesehatan itu bagaimana menjaga kesehatan. Pencegahan lebih baik. Tidak boleh menunggu sampai sakit. Kuratif akan menelan biaya lebih besar.
Ibu Nila pernah aktif sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), anggota Persatuan Dokter Mata Indonesia (Perdami), staf pengajar Departemen Mata FKUI, Anggota Kolegium Oftalmologi Indonesia, Senat Akademik FKUI.