Eretmochelys imbricata
Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) menghabiskan separuh hidupnya di samudra terbuka, sesekali mereka juga mendatangi laguna yang dangkal dan terumbu karang. Populasi E. imbricata kini terancam kepunahan dikarenakan mereka banyak diburu oleh manusia dengan tujuan mengambil cangkang penyu sisik sebagai sumber utama yang digunakan untuk bahan dekorasi.
World Conservation Union telah mengklasifikasikan penyu sisik sebagai spesies kritis dan Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) melarang penangkapan dan penjualat penyu sisik maupun produk-produk yang berasal darinya. Penampilan penyu sisik mirip dengan penyu lainnya, seperti bentuk tubuh yang datar dengan sebuah karapaks sebagai pelindung, dan sirip menyerupai lengan yang beradaptasi untuk berenang di samudra terbuka.
Perbedaan E. imbricata dari penyu lainnya yang sangat mudah dibedakan adalah bentuk mulut yang memanjang menyerupai sebuah paruh yang melengkung dan runcing, sehingga namanya dalam bahasa Inggris diberikan berdasarkan morfologi tersebut (Hawksbill Sea Turtle).
Tampilan cangkangnya juga khas yaitu pinggiran cangkangnya yang seperti gergaji karena susunan sekat yang menghiasi karapaksnya memiliki bagian belakang sekat yang saling tumpang tindih sedemikian rupa sehingga pinggiran belakang karapaksnya terlihat bergerigi, mirip dengan tepi gergaji.
Palet di bagian cangkang yang tersusun bertumpuk dengan latar belakang kuning dengan kombinasi garis garis terarng dan gelap yang tak beraturan (didominasi oleh warna hitam dan bintik-bintik berwarna cokelat), cangkang tersebut juga dapat berubah warna sesuai dengan kondisi air sekitarnya. Karakteristik lain yang dimiliki penyu sisik adalah dua cakaryang terlihat pada setiap sirip. Rata-rata penyu sisik dewasa diketahui dapat tumbuh sampai sepanjang 1 meter dan berat sekitar 80 kg. Pernyu sisik terbesar yang pernah tertangkap memiliki berat 127 kg.
Tacca leontopetaloide
Tacca leontopetaloides (Taka), merupakan tumbuhan terna berumbi, tingginya dapat mencapai hingga 2m. Umbinya membulat dan memipilh atau melebar, berkulit tipis berwarna coklat muda jika muda dan jika tua berubah menjadi abu-abu gelap, atau coklat tua, bagian dalamnya berwarna putih susu, tumbuh dibawah permukaan tanah hingga di kedalaman 50 cm.
Masyarakat umum mengenal jenis ini dengan berbagai nama daerah sepertí Jalawure (Garut), Kecondang (Karimunjawa), Oto'o (Madura: Desa Langsar, Sumenep), Lorkong atau To'toan (Kangean); Nubong atau Genubong (P. Bangka-Belitung). Kondisi habitat pada kandungan tanah yang berpasir, berupa pasir hitam dan putih, juga terkadang mengandung batu, hal ini mempengaruhi proses penyerapan hara dan besarnya umbi yang dihasiikan. Pada kondisi alami umumnya kandungan pasir lebih dari 90%, sementara sisanya bagían darí debu dan liat di lokasi Garut, Karimunjawa, dan Bangka Belitung.
Tepung Taka bisa menjadi pilihan yang cukup bijak untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku berbasis pangan lokal dengan pertimbangan bahan baku utamanya Taka. Sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah pesisir pantai, biaya budidayanya murah, produktivitas yang cukup tinggi, menghasilkan umbi-umbi yang cukup besar, sehingga memungkinkan untuk diusahakan. Potensi penggunaannya, cukup jelas khususnya wilayah pesisir pantai yang memiliki musim kering berkepanjangan dan cocok untuk program diversifikasi menuju kemandirian pangan.