Amorphophallus gigas:
Amorphos, berarti bentuk yang rusak dan Phallos, berarti alat kelamin lelaki, sedangkan Gigas; artinya berukuran besar/ raksasa. Amorphophallus gigas atau biasa disebut Bunga Bangkai adalah salah satu spesies Amorphophallus raksasa dan bunga tertinggi di dunia yang saat ini tumbuh di Bengkulu. Bunga ini tingginya bisa melebihi Amorpholophallus titanum, namun dengan tangkai bunga yang panjang dan kuntum bunganya yang relatif lebih pendek.
Tumbuhan dilindungi endemik Sumatra ini diketahui sangat langka dan mekar, kurang dari tiga tahun sekali di kawasan konservasi yang berada di Bengkulu. Amorphophallus gigas termasuk dalam empat puspa langka Bengkulu dan pemecah rekor dunia sebagai bunga majemuk tertinggi di dunia, setelah Rafflesia arnoldii sebagai bunga tunggal terbesar di dunia, Amorphophallus titanum sebagai bunga majemuk terbesar di dunia dan Gramatophyllum specium sebagai bunga terpanjang di dunia.
Tumbuhan bunga ini memiliki fasa generative dan vegetative bergantian, pada fase vegetative hanya tumbuh batang daun sementara pada fase generative dikenal dengan tumbuhnya bunga. Jika mengalami penyerbukan, bunga akan berubah menjadi buah. Amorphophallus merupakan tumbuhan yang termasuk dalam marga talas-talasan (Araceae) dan tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan hingga Sulawesi. Dilihat dari bentuk umbi yang bulat gepeng hingga silindris memanjang, Amorphophallus dikenal dengan dua ratus jenis yang 25 jenisnya berada di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 18 jenis diantaranya ialah tumbuhan asli yang hanya bisa ditemukan di sebuah wilayah geografis tertentu dan tidak ditemukan di wilayah lain (endemik) termasuk Amorphophallus gigas ini.
Rafflesia kemumu:
Di Indonesia, lebih tepatnya di Bengkulu Utara, Sumatra telah ditemukan spesies baru berupa tumbuhan padma langka yang diberi nama ilmiah Rafflesia kemumu. Tumbuhan ini biasanya berbunga antara bulan Agustus hingga November. Di kawasan Hutan Lindung Boven Lais, wilayah Bengkulu Utara tersebut terdapat tiga jenis Rafflesia yang sudah dipetakan oleh Kelompok Peduli Puspa Langka (KPPL) yakni Rafflesia arnoldii, Rafflesia kemumu, dan Rafflesia gadutensis.
Secara fisik Rafflesia kemumu dapat dibedakan dengan jenis Rafflesia arnoldii maupun Rafflesia gadutensis. Kalau ukuran bunga hampir menyerupai gadutensis dan diameternya lebih kecil dibanding arnoldii. Sedangkan dari sisi warna lebih jingga dan cerah dibanding gadutensis dan arnoldii, serta tidak adanya bintik pada diafragma di bagian atas. Rafflesia kemumu baru diidentifikasi sebagai Rafflesia jenis baru pada tahun 2017, sehingga saat ini di Bengkulu sudah terdapat lima jenis Rafflesia yang teridentifikasi, antara lain: Rafflesia kemumu, Rafflesia arnoldii, Rafflesia bengkuluensis, Rafflesia gadutensis, dan Rafflesia hasselti.
Ciri-ciri morfologi Rafflesia kemumu antara lain: 1. Memiiki lobus perigon dengan warna jingga sampai jingga gelap; 2. Terdapat bintil kecil yang mengelilingi bintil besar dan 3. Terdapat 23 prosesi yang berbentuk kerucut dengan ujung yang membulat dan tersusun dalam dua lingkaran masing-masing berjumlah 15 dan 7 serta satu prosesi di tengah cakram.
Castanopsis argentea:
Saninten atau yang dikenal dalam bahasa latin sebagai Castanopsis argentea termasuk dalam suku Fagaceae (tumbuhan dikotil yang terpenting dan terbesar). Tumbuhan ini terdiri dari 120 jenis dan merupakan tumbuhan asli kawasan asia tropika dan subtropika. 58 jenis genus ini asli berasal dari China dan 30 jenis tumbuh di wilayah tertentu di Indonesia (endemik). Saninten merupakan tumbuhan yang tumbuh di hutan campuran, tersebar di Jawa bagian barat, timur serta Sumatra, dan biasanya tumbuh di ketinggian antara 200-1.400 di atas permukaan laut.
Castanopsis argentea merupakan tanaman berkayu dengan tinggi 35-40 m dan panjang batang cabang sampai 25 m, kulit luar berwarna Coklat Kelabu , tidak beralur dan tidak mengelupas, daunnya berbentuk lancip memanjang dengan ukuran 13-16 cm x 5-7 cm. Buah Castanopsis argentea sering pula disebut sebagai rambutan hutan. Buahnya mirip rambutan, susunan rambut pada Buah Saninten yang masih muda tersusun lebih lebat, lebih tebal dan lebih tajam dari pada Buah Rambutan pada umumnya. Rambutnya tajam, susunan buah bagian dalamnya pun mirip Rambutan. Saninten ini yang dimakan adalah bijinya. Biji Saninten, begitu dikunyah dan lumer dalam mulut akan terasa manis tidak seperti rasa kacang pada umumnya. Biji Saninten berkadar lemak rendah, kandungan seratnya tinggi, demikian juga memiliki kandungan mangan, kalium, tembaga, fosfor, magnesium dan besi serta sejumlah kecil kandungan seng (zinc) serta kalsium.
Castanopsis argentea berbuah dua tahun sekali. Kalaupun berbuah setiap tahun, biasanya berselang setahun buahnya kosong. Baru setahun kemudian buahnya berisi. Berarti anakan Saninten dari pohon induknya sulit didapat karena masa berbuahnya yang lama. Saninten juga mempunyai banyak manfaat dari kayunya bisa digunakan untuk bangunan perumahan, jembatan, papan, tiang dan sebagainya, sedangkan kulit kayu dan kulit buahnya dapat dipakai sebagai penghitam rotan, sementara buah Saninten sering diperdagangkan secara lokal. Karena itulah menjadi salah satu alasan mengapa Pohon Saninten kini harus dilindungi. Tak heran bila Pemerintah secara tegas melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 92 Tahun 2018, menyertakan Saninten sebagai salah satu jenis tumbuhan yang kini dilindungi.
Begonia balgooyi:
Begonia adalah genus dalam keluarga tanaman berbunga Begoniaceae. Begonia adalah nama generik untuk semua anggota genus. Nama genus, diciptakan oleh Charles Plumier, seorang ahli botani berkebangsaan Prancis, untuk menghormati Michel Begon, seorang pejabat rezim lama Perancis, serta seorang kolektor tanaman yang bersemangat, yang kemudian diadopsi oleh Linnaeus.
Begonia adalah salah satu dari sepuluh genera angiosperma terbesar, dengan lebih dari 1.500 spesies. Tanaman yang berumah satu, dengan bunga-bunga berkelamin jantan dan betina terjadi secara terpisah pada tanaman yang sama, laki-laki mengandung banyak benang sari, betina memiliki ovarium rendah dan besar serta 2-4 stigma bercabang atau bengkok. Daun yang sering besar dan beragam atau beraneka ragam, biasanya berbentuk asimetris (tidak sama sisi). Selain berambut, beberapa jenis Begonia lain juga terbentuk dengan permukaan daun yang berlilin dan lembut, ada juga yang kasar dan penuh kerutan. Hampir semua Begonia daunnya menghasilkan rizoma yang menjalar ataupun berada di dalam tanah.
Pertumbuhan tanaman ini biasanya menyemak maupun menjalar, ada juga yang tumbuh vertikal. Begonia tidak menyukai air yang berlebihan dan sinar matahari langsung. Mereka membutuhkan kondisi yang hangat. Tumbuhan ini hanya mampu bertahan kurang lebih 1-2 tahun. Begonia merupakan tumbuhan liar yang tumbuh di hutan-hutan basah atau kadang ditanam sebagai tanaman hias, yang sangat mudah dan cepat diperbanyak. Begonia juga bisa tumbuh baik di tempat-tempat lembab, tanah berhumus, dan di tempat yang sedikit ternaungi, mulai ketinggian 900-2.300 m di atas permukaan laut. Biasanya Begonia berbunga pada bulan Juni sampai September. Waktu panen yang tepat untuk Begonia adalah bulan September hingga November. Selain sebagai tanaman hias, sebagian masyarakat Indonesia memanfaatkannya untuk bumbu masak dan bisa juga dijadikan obat untuk menyembuhkan luka atau mengobati beberapa macam penyakit.
Spesies Begonia yang ditemukan dan endemik Sulawesi pada Februari 2017 adalah Begonia balgooyi dan Begonia matarombeonsis. Spesies yang memiliki bentuk daun menjari majemuk ini ditemukan di kawasan karst Pegunungan Matarombeo, dan dinamakan untuk mengenang jasa botanist Belanda kelahiran Purwokerto, Max Michael Josephus van Balgooy dan untuk mengabadikan tempat ditemukannya spesies tersebut. Sesuai hasil observasi di lapangan, status konservasi kedua jenis tumbuhan ini termasuk dalam kategori terancam punah atau endangered menurut daftar merah IUCN
Gobi Halmahera:
Ikan Gobi adalah ikan yang paling banyak dijumpai di laut. Ikan tersebut termasuk dalam famili Gobiidae yang memiliki lebih dari 220 genus dan 1.500 spesies, sehingga tergolong dalam ikan laut yang banyak ditemukan di laut dan sering dijumpai di terumbu karang, lumpur, pasir, dan puing-puing yang ada di dalam laut. Dalam rentang Januari 1980 hingga April 2014, penemuan Ikan Gobi sudah diidentifikasi 327 jenis baru. Sedangkan pada bulan Mei 2016, Ikan Gobi jenis baru juga ditemukan di wilayah Ambon, Maluku. Berbagai penemuan ini merupakan hasil kerja sama antara Indonesia Biodiversity Research Centre (Universitas Udayana, Denpasar, Bali) dengan Department of Aquatic Zoology, Western Australian Museum dan Conservation International Indonesia Marine Program.
Adapun Gobi Halmahera (Stiphodon annieae) adalah ikan endemik pulau Halmahera. Ikan ini merupakan spesies baru yang ditemukan pada tahun 2014 oleh Philippe Keith dari Museum Nasional Sejarah Alam Prancis (MNHN) dan Renny K. Hadiaty dari Museum Zoological Bogoriense (MZB), LIPI. Gobi Halmahera hidup di sungai berbatu yang jernih, dan di dasar sungai dekat bebatuan. Ikan ini merupakan ikan hias dengan potensi ekonomi bernilai tinggi dan sudah diperjual-belikan sampai mancanegara. Walaupun termasuk kategori ikan yang harus dilindungi dan terancam punah, Gobi Halmahera belum termasuk dalam status IUCN, Redlist.
Tikus Ompong:
Tikus adalah binatang yang termasuk ordo Rodentia, Hewan jenis pengerat (rodent) selama ini selalu diasosiasikan dengan kemampuannya untuk mengerat dan menggiling makanan mereka. Nama Rodentia sendiri berasal dari kata dalam bahasa latin rodere, yang berarti menggerogoti dan dentis yang berarti gigi. Pada umumnya binatang dengan ordo Rodentia mempunyai daya reproduksi tinggi, pemakan segala macam makanan (omnivorous) dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang diciptakan manusia.
Namun demikian, di Indonesia telah ditemukan Tikus Ompong (Paucidentomys vermidax) yang merupakan Tikus dengan moncong yang panjang dan runcing, namun tidak memiliki gigi geraham sehingga menjadikannya satu-satunya hewan pengerat yang diketahui di dunia tanpa gigi belakang. Tikus jenis ini memiliki rambut yang halus dan panjang. Warna tubuh bagian atas coklat keabu-abuan dan tubuh bagian bawah Abu-Abu dengan ujung rambut berwarna Coklat. Tikus Ompong ditemukan oleh J. A. Esselstyn, A. S. Achmadi (MZB) dan K. C. Rowe pada tahun 2012 dan hanya ditemukan di dua lokasi, yaitu Gunung Gandangdewata dan Gunung Latimojong, Sulawesi. Paucidentomys vermidax terdaftar sebagai spesies “Kurang Data (Data Deficient)” dalam IUCN Redlist, karena hanya diketahui dari dua spesimen dari dua lokasi dan belum adanya data ekologi atau potensi ancamannya.
Tikus pada umumnya, memakan makanan mereka dengan menggigit atau mengeratnya dengan gigi mereka yang kuat dan tajam. Namun Tikus yang satu ini memang sangat berbeda. Spesies yang baru ditemukan dalam hutan tropis di Gunung Latimojong ini, tidak memiliki gigi sebanyak jenis Tikus lain pada umumnya. Mereka, berburu mangsa dengan menyedot mangsa setelah meremasnya untuk mengeluarkan kotoran si mangsa kemudian menelannya sekaligus, kemampuan mencari mangsa ini adalah hasil dari adaptasi Tikus ini dengan alam. Kebiasaan ini dibangun oleh Tikus ini untuk beradaptasi dengan alam hutan Sulawesi dengan tanah yang berlumut, dimana hidung yang panjang dan gigi seri bagian depan yang tajam sangat berfungsi untuk mencari makanan.
Dengan keberadaan Tikus Sulawesi ini maka makna hewan pengerat kini tak lagi sepenuhnya lekat dengan dua kata di atas, karena Tikus spesies baru ini mencari makan dengan menghisap cacing tanah. Sama dengan hewan pemakan cacing lainnya, Tikus unik ini menggunakan cakar depan mereka untuk mengeluarkan isi perut Cacing sebelum memakannya. Ketiadaan gigi geraham pada spesies baru ini membedakannya dari 2.200 jenis Tikus lain yang sudah ditemukan. Mungkin akibat lamanya gigi geraham tidak digunakan, maka secara alamiah Tikus ini menunjukkan keunikan biodiversitas yang ada di Sulawesi. Hal ini disebabkan tikus yang terkenal pengigit dan pengunyah dipaksa berevolusi untuk bertahan hidup dan mampu mengubah gaya hidupnya menyesuaikan lingkungannya.
Burung Isapmadu Rote:
Burung pemakan nektar Rote (Myzomela irianawidodoae) merupakan pemakan nektar, yaitu cairan manis yang terdapat pada bunga. Burung ini juga menyukai beberapa jenis serangga kecil, termasuk Laba-Laba. Burung Isapmadu Rote menghuni habitat di hutan, semak-semak, kebun dan pohon yang berbunga. Terkadang Burung Isapmadu Rote bisa dijumpai sedang memakan nektar pada bunga pohon jati di sekitar perkampungan. Sebagai pemakan nektar, Myzomela irianawidodoae berpotensi menjadi penyerbuk. Burung Isapmadu Rote hanya terdapat di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Burung yang dideskripsikan oleh Dr. Dewi M. Prawiradilaga (MZB) dan kolega pada tahun 2017 ini termasuk burung yang dilindungi menurut Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Burung endemik di Pulau Rote ini diberi nama Iriana, mengacu pada nama Ibu Negara: Iriana Joko Widodo, dan secara resmi diberi nama ilmiah Myzomela irianawidodoae. Dengan demikian, jumlah burung endemik di Indonesia kini bertambah satu spesies lagi. Pemberian nama ilmiah jenis burung endemik dengan nama Ibu Negara ini baru pertama kali terjadi di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan penghargaan kepada Ibu Negara yang sangat memperhatikan kehidupan burung, sehingga dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam pelestarian lingkungan di Indonesia.
Caridina woltereckae:
Udang Air Tawar Sulawesi (Caridina woltereckae) yang ditemukan oleh Y. Cai, D. Wowor, dan S. Choy pada tahun 2009. Merupakan Udang endemik Danau Towuti, Sulawesi, yang tergolong danau purba. Keberadaan populasinya terancam punah karena dilepasnya ikan-ikan budidaya yang bersifat invasif, antara lain ikan Mujair dan Nila yang memangsa Udang Caridina. Selain itu, adanya perburuan untuk hiasan akuarium membuat populasinya semakin terhimpit. Morfologi dan warna yang cantik juga menjadikan jenis Caridina ini diperjual-belikan dengan bebas dan banyak diburu orang karena harganya yang mahal, tetapi belum dilindungi oleh undang-undang. Caridina woltereckae terdaftar sebagai spesies “Genting (Endangered)” dalam International Union for the Conservation of Nature and Natural Rescources (IUCN) Redlist, merupakan kategori yang digunakan IUCN dalam melakukan klasifikasi terhadap spesies-spesies berbagai makhluk hidup yang terancam kepunahan.
Cap Hari Terbit Pertama pada Sampul Hari Pertama prangko seri ini, menggunakan desain fauna Siput Darat Enggano (Amphidromus enganoensis). Siput ini berasal dari keluarga Camaenidae, merupakan siput darat pertama dari Pulau Enggano yang dideskripsikan oleh Fulton pada tahun 1896. Keong yang berwarna kuning keemasan cenderung hijau muda ini adalah keong endemik Enggano karena hanya tersebar di Pulau Enggano dan Pulau Dua, sebuah pulau satelit Pulau Enggano. Keong ini mempunyai putaran ke dua arah, ada yang memutar ke kiri (dextral) dan ada yang memutar ke arah kanan (sinistral). Siput dengan cangkang yang terlihat gemuk umumnya berasal dari Pulau Enggano sedangkan yang berasal dari Pulau Dua terlihat lebih langsing. Keong ini mempunyai variasi warna yang luas; berwarna dasar kuning - kuning langsat dengan pola corengan kuning langsat atau coklat kemerahan. Spesies ini belum dievaluasi statusnya di IUCN RedList.