Istilah karnaval, sudah tidak asing lagi bagi kita. Hampir di setiap daerah ada penyelenggaraan karnaval, entah dalam skala kecil di sekolah atau desa, maupun yang lebih besar, misalnya tingkat kabupaten/ kota. Karnaval biasanya diselenggarakan saat hari ulang tahun, atau di bulan Agustus, dalam rangka perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia. Karnaval bisa dipahami sebagai pesta, pawai atau arak-arakan untuk merayakan sebuah peristiwa. Peserta biasanya menggunakan dandanan menarik dengan bermacam corak sesuai tema perayaan. Penerbitan prangko seri Karnaval Indonesia kali ini merupakan penerbitan #2 yang menampilkan desain kemeriahan festival, pawai, dari beberapa propinsi/ daerah di Indonesia.
Festival Pesona Selat Lembeh Kota Bitung diadakan untuk mengangkat potensi wisata Bitung. Kota Bitung ingin mengenalkan secara lebih luas Panca Pesona yang mereka miliki. Diantaranya, Pesona Bahari, Pesona Flora, Pesona Fauna, Pesona Indrustri, dan Pesona Sejarah-Budaya-Religi. Festival ini diadakan di Pelabuhan Bitung. Berbagai elemen masyarakat turut ambil bagian dengan menghadirkan kapal-kapal hias. Di sisi lain pelabuhan terdapat satu bagian yang dikhususkan untuk wisata kuliner yang dapat dinikmati oleh para pengunjung. Di malam puncak festival yang biasanya digelar pada bulan Oktober, berbagai hiburan berupa tarian teatrikal tentang sejarah Kota Bitung dan perfomance lainnya tersaji di panggung utama festival. Festival juga menyajikan kemegahan Selat Lembeh yang menarik, termasuk pertunjukan tari kolosal, festival kuliner, parade kapal dan boat, festival tuna, lomba renang, penanaman karang, pertunjukan seni dan budaya, lomba fotografi, dan lomba lari 10 K.
Pawai Kemerdekaan Jakarta diikuti oleh kontingen budaya dari berbagai provinsi, mereka berkeliling dari kawasan Istana menuju Monumen Nasional. Pawai tersebut merupakan rangkaian kegiatan seni dan budaya dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia. Pawai ini rutin diselenggarakan setiap tahun, biasanya di bulan Agustus, dan melibatkan ribuan seniman musik, penyanyi, penari dan kontingen sejumlah BUMN yang menampilkan keunikan, tradisi, dan kreativitasnya masing-masing.
Tujuan diadakannya pawai ini untuk meningkatkan kreatifitas seni pertunjukan. Dengan pawai dibuat menarik dan fun, diharapkan akan meningkatkan kecintaan masyarakat kepada budaya. Pada waktu yang bersamaan diadakan juga Jakarta Monas Carnaval di pelataran Monas. Acara ini juga diisi oleh pergelaran musik dan ajang kumpul komunitas. Ada musik tradisional sampai modern seperti band-band sampai gelaran lenong, pameran dan juga lomba-lomba, seperti panjat pinang, balap karung, makan kerupuk, dan sebagainya serta ditutup dengan lomba lari Independence Day Run.
Selama Festival Wakatobi Wave berlangsung, ribuan orang penari tampil dalam tarian kolosal yang mewakili keragaman etnis dan seni budaya dari daerah setempat. Beragam kegiatan menarik lain digelar hingga berakhirnya festival, seperti lomba triathlon hingga underwater competition. Wakatobi Wave selalu mengusung misi untuk mempromosikan Wakatobi sebagai salah satu tulang punggung destinasi bahari di Indonesia. Dengan target peningkatan arus kunjungan wisatawan, terutama wisatawan mancanegara serta mendorong percepatan pembangunan dan pengembangan potensi sumber daya kelautan dan pariwisata Indonesia.
Di Wakatobi, pengunjung bisa mengunjungi 4 kabupaten, misalnya Tomia, yang memiliki beberapa tradisi budaya asli. Ada pesta adat Safara yang diselenggarakan setiap bulan Safar dalam penanggalan Islam. Juga tradisi Bose-Bose, yaitu melarung perahu berwarna-warni yang diisi dengan sajian masakan tradisional-seperti liwo, dari Dermaga Patipelong, menuju Dermaga Usuku sampai ke Selat One Mobaa. Sepanjang perjalanan dilakukan prosesi sambil menabuh gendang. Ada pula tari Sajo Moane, tarian sakral yang dilakukan oleh kaum lakiālaki, serta tari Saride, yang melambangkan makna persatuan dan kebersamaan.
Festival Danau Sentani (FDS) adalah festival tahunan yang diadakan di sekitar Danau Sentani. Festival ini diselenggarakan sejak 2007 dan telah menjadi festival tahunan. Festival ini diadakan pada setiap pertengahan bulan Juni. Festival diisi dengan tarian-tarian adat di atas perahu, tarian perang khas Papua, upacara adat seperti penobatan Ondoafi, dan sajian berbagai kuliner khas Papua. Karnaval juga diikuti oleh seluruh paguyuban di Kabupaten dan Kota Jayapura. Dari masing-masing paguyuban menampilkan budaya dan tari-tarian tradisional yang diiringi dengan lagu daerah.
Festival Danau Sentani merupakan bukti pemeliharaan persatuan dan kesatuan di antara sesama suku, ras, agama. Nasionalime yang sangat kental akan terjalin di antara sesama, mengingat Papua memiliki ratusan suku-suku dengan beraneka kebudayaannya. Tiga agenda pokok FDS, selain karnaval nusantara antara lain adalah pagelaran budaya, pameran barang seni, dan tour wisata.
Cap Go Meh Singkawang melambangkan hari kelima belas atau hari setelah berakhirnya perayaan Tahun Baru Imlek. Perayaan Cap Go Meh dalam bahasa Mandarin disebut Yuan Shiau Ciek yang artinya festival malam bulan satu atau dikenal sebagai Lantern Festival.
Cap Go Meh selalu dirayakan meriah dengan menggelar festival dan atraksi unik. Para tatung, perantara ruh dewa, melakukan aksi ekstrem, seperti menusuk tubuh dengan menggunakan benda tajam. Tatung dari etnis Tionghoa, Dayak, dan Melayu semuanya turun ke jalan. Mereka duduk di atas tandu dan berjalan diiringi tabuhan tambur dan gong serta wewangian dari dupa. Ada juga yang menyebarkan kertas dan beras, atau menyipratkan air. Tingkah tiap tatung di atas tandunya pun berbeda-beda. Ada yang duduk santai, tapi kakinya menginjak bilah pedang yang diletakkan di tandunya. Ada juga tatung yang berdiri di atas tandu sambil menginjak tombak, duduk di atas pedang, menancapkan besi tajam menembus kedua pipinya, sampai menusukkan pedang ke perutnya. Tatung-tatung dari Dayak terlihat lebih ekstrem. Sambil pawai, beberapa tatung menggoreskan golok besar di bagian tubuhnya, seperti tangan dan lidah. Dari ratusan tatung laki-laki, terlihat juga beberapa tatung perempuan. Mereka masih terlihat muda namun sudah mendapatkan gelar tatung. Berbeda dengan tatung laki-laki, tatung perempuan tidak melakukan aksi ekstrem, namun hanya duduk di tandu yang di bawahnya terdapat besi tajam.
(Dari berbagai sumber)