Setiap bangsa harus memiliki suatu konsepsi dan konsensus bersama menyangkut hal-hal fundamental bagi keberlangsungan, keutuhan dan kejayaan bangsa yang bersangkutan. Dalam pidato di Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada tanggal 30 September 1960, yang memperkenalkan Pancasila kepada dunia, Presiden Soekarno mengingatkan pentingnya konsepsi dan cita-cita bagi suatu bangsa “Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalah dalam bahaya” (Soekarno 1989).
Pancasila merupakan pilar pertama dan utama untuk tegak kokoh berdirinya negara-bangsa Indonesia. Pemikiran dasar mengapa Pancasila berperan sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sila-sila yang terdapat dalam Pancasila yang telah menjadi belief system. Perlu dasar pemikiran yang kuat dan dapat dipertanggung-jawabkan sehingga sila-sila dalam Pancasila dapat diterima oleh seluruh warga bangsa.
Pilar atau tiang penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, disamping kokoh dan mantap, juga harus sesuai dengan bangunan yang disangganya. Bilamana bangunan tersebut sederhana mungkin tidak memerlukan tiang yang terlampau kuat, tetapi bilamana bangunan tersebut merupakan bangunan permanen, konkrit, yang menggunakan bahan-bahan yang berat, maka asas penyangganya harus disesuaikan dengan kondisi bangunan dimaksud. Demikian halnya dengan dasar atau tiang penyangga negara-bangsa, harus sesuai dengan kondisi negara-bangsa yang disangganya.
Kita menyadari bahwa negara-bangsa Indonesia adalah negara besar, wilayahnya luas seluas daratan Eropa, yang terdiri atas pulau-pulau, membentang dari barat ke timur dari Sabang hingga Merauke, dari utara ke selatan dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote, meliputi ribuan kilometer. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 19.000 pulau, terdiri atas berbagai suku bangsa yang beraneka ragam adat dan budaya, serta memeluk berbagai agama dan keyakinan, sehingga dibutuhkan belief system yang dapat mengakomodir keanekaragaman tersebut. Pancasila dianggap sebagai pilar bagi negara Indonesia yang pluralistik ini.
Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Tentu saja masyarakat perlu memahami makna yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar tersebut. Masyarakat juga perlu memahami makna Undang-Undang Dasar untuk kehidupan berbangsa dan bernegara serta prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Tanpa memahami prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD NRI 1945, kita tidak mungkin melakukan evaluasi terhadap pasal-pasal yang ada dalam batang tubuhnya serta barbagai undang-undang yang menjadi derivat-nya.
Sebelum membahas tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ada baiknya kita memahami terlebih dahulu berbagai bentuk suatu negara, apa kelebihan dan kekurangannya, untuk selanjutnya kita fahami mengapa para founding father negara ini memilih negeri kesatuan. Bentuk negara contohnya konfederasi, federasi dan kesatuan, menurut Carl J. Friedrich, merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara teritorial atau local division of power. Ada banyak bentuk negara yang ada di dunia ini, dan para pendiri bangsa Indonesia teguh memilih bentuk negara kesatuan, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Para pendiri bangsa kita memilih negara kesatuan sebagai bentuk negara Indonesia melalui berbagai pertimbangan. Alasan utama para pendiri bangsa Indonesia memilih bentuk negara kesatuan adalah karena sejarah strategi pecah belah (devide et impera) yang dilakukan penjajah di waktu itu bisa berhasil karena Indonesia belum bersatu pada masa penjajahan. Terbukti, setelah negara Indonesia berbentuk negara kesatuan, taktik pecah belah tersebut dapat dipatahkan. Inilah yang menjadi dasar dalam pembentukan negara kesatuan.
Indonesia memiliki semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya “Berbeda-beda tetapi satu jua”. Semboyan ini pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular, seorang pujangga dari Kerjaan Majapahit pada pemerintahan Raja Hayamwuruk sekitar tahun 1350 - 1389. Sesanti atau semboyan itu dituangkan dalam karyanya Kakawin Sutasoma, yang berbunyi “Bhinna Ika Tungga Ika, tan hana dharma mangrwa” yang berarti “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua”.
Pada masa itu pemerintahan Kerajaan Majapahit menjadikan sesanti tersebut sebagai prinsip hidup mereka. Hal ini untuk mengantisipasi perpecahan di masyarakat mereka yang memang terdapat keanekaragaman agama. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.
Keempat konsepsi pokok itu disebut Empat Pilar MPR RI. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian pilar adalah tiang penguat, dasar, yang kokoh, atau induk. Penyebutan Empat Pilar MPR RI tidaklah dimaksudkan bahwa keempat pilar tersebut memiliki kedudukan yang sederajat. Setiap pilar memiliki tingkat, fungsi dan konteks yang berbeda. Pada prinsipnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara kedudukannya berada di atas tiga pilar yang lain.
(Dari berbagai sumber)