Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI mendefinisikan bendungan sebagai "bangunan yang berupa tanah, batu, beton, atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat juga dibangun untuk menampung limbah tambang atau lumpur." Bendungan adalah setiap penahan buatan, jenis urugan batu atau jenis lainnya, yang menampung air atau dapat menampung air baik secara alamiah maupun buatan, termasuk pondasi, bukit/ tebing tumpuan, serta bangunan pelengkap dan peralatannya. Dalam pengertian ini termasuk juga bendungan limbah galian tetapi tidak termasuk bendung dan tanggul. Dari segi konstruksi bendungan terdiri dari bendungan urugan dan bendungan beton. Bendungan urugan terdiri dari bendungan urugan serba sama (homogenous), bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di dalam tubuh bendungan (claycore rockfill dam, zone dam) dan bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka (concrete face rockfill dam). Sedang bendungan beton terdiri dari bendungan beton berdasar berat sendiri (concrete gravity), bendungan beton dengan penyangga (buttress dam), bendungan beton berbentuk lengkung (concrete arch dam), dan bendungan beton berbentuk lebih dari satu lengkung (multiple arch dam).
Bendungan Jatiluhur dibangun sejak tahun 1957. Terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, pada daerah aliran sungai Citarum seluas 4.500 km2. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Presiden Pertama RI, Ir Soekarno dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 26 Agustus 1967. Selama pelaksanaan, proyek pembangunan bendungan ini bernama “Jatiluhur Multipurpose Project” dan setelah selesai bernama Bendungan dan Pembangkit Listrik Juanda, untuk mengenang peran perdana menteri terakhir Indonesia Ir. H.R. Djoeanda Kartawidjaja dalam terwujudnya pembangunan bendungan yang menelan dana sekitar US$ 230 juta. Jatiluhur adalah bendungan terbesar di Indonesia, dengan genangan air seluas ± 83 km2 dan keliling waduk 150 km, pada elevasi muka air normal +107 m di atas permukaan laut. Pembangunan Jatiluhur dimaksudkan untuk keperluan irigasi, listrik, pasokan air baku, pengendalian banjir, penggelontoran air sungai yang melintasi kota, dan perikanan darat, serta pariwisata.
Bendungan Batu Bulan terletak di Kecamatan Moyohulu, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, sekitar 17 km ke arah selatan dari Sumbawa Besar. Bendungan dengan luas genangan 283 hektar dan lebar spill 60 m ini, mulai dirintis pembangunannya sejak tahun 1982. Batu Bulan mengambil air dari Sungai Lito dan Sebasang. Daerah irigasi yang mendapatkan layanan bendungan ini, terdiri dari areal intensifikasi seluas 3.095 hektar dan ekstensifikasi 2.481 hektar. Fungsi bendungan adalah untuk menyediakan air baku penduduk dengan kapasitas 15 liter per detik, memenuhi kebutuhan air minum ternak, pengendalian banjir dan perikanan air tawar. Batu Bulan adalah bendungan terbesar di Nusa Tenggara Barat, dan mampu mengairi areal persawahan seluas 5.162 hektar. Pengairan lahan dengan sistem irigasi ini mampu meningkatkan intensitas penanaman padi dari 134 % menjadi 300 %, sehingga produksi padi mampu meningkat dari 2 ton/ hektar menjadi 4,5 ton/ hektar.
Bendungan Jatigede dibangun dengan membendung aliran Sungai Cimanuk di Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, dengan kapasitas tampung 979,5 juta meter kubik air. Jatigede merupakan bendungan terbesar kedua di Indonesia, yang memiliki fungsi utama sebagai sarana irigasi dan pusat pengairan bagi 90.000 lahan pertanian produktif di Kabupaten Cirebon, Indramayu dan Majalengka. Bendungan ini juga dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air berdaya 10 megawatt. Selain itu, Jatigede juga bermanfaat memasok air baku untuk warga sekitar dengan kapasitas hingga 3.500 liter per detik serta mengendalikan banjir bagi 14.000 hektar kawasan di Jawa Barat. Pembangunan bedungan ini telah lama direncanakan sejak zaman Hindia Belanda. Jatigede mulai dibangun tahun 2008 pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan tahun 2015, serta beroperasi penuh tahun 2017.
Bendungan Raknamo terletak di Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang. Nusa Tenggara Timur. Raknamo merupakan salah satu dari empat bendungan yang menjadi Proyek Strategis Nasional di Nusa Tenggara Timur. Bendungan Raknamo memiliki volume tampungan air seluas 14,09 juta meter kubik. Raknamo juga bermanfaat untuk irigasi seluas 841 hektar dari potensi yang ada seluas 1.250 hektar, menyuplai kebutuhan air baku sebesar 100 liter per detik, sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Elektro sebesar 0,22 megawatt, sebagai pengendali banjir sebagian wilayah Kota/ Kabupaten Kupang dan pariwisata. Pembangunan Raknamo dimulai sejak 20 Desember 2014, peletakan batu pertamanya (ground breaking) dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Presiden Joko Widodo, pada tanggal 9 Januari 2018 meresmikan pengisian Bendungan Raknamo, bersama-sama dengan PLBN Wini dan PLBN Motamasin. Peresmiannya dipusatkan di Bendungan Raknamo, yang dihadiri oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Gubernur Nusa Tenggara Timur.
Dikutip dari berbagai sumber.