Asitektur Indonesia terdiri dari klasik-tradisional, vernakular dan kontemporer. Arsitektur klasik-tradisional adalah bangunan yang dibuat pada zaman kuno. Arsitektur vernakular adalah bentuk lain dari tradisional, merupakan arsitektur yang terbentuk dari proses yang berangsur lama dan berulang-ulang sesuai perilaku, kebiasaan, dan kebudayaan masyarakat setempat. Vernakular berasal dari bahasa Latin (vernacullus) yang berarti lokal, domestik, asli, atau pribumi. Sedangkan arsitektur baru atau kontemporer lebih banyak menggunakan materi dan teknik konstruksi baru, seperti semen dan bahan-bahan modern lainnya, serta menerima pengaruh dari masa kolonial Belanda ke era pasca kemerdekaan. Proses panjang dan perkembangan itulah yang menjadikan arsitektur tradisional di Indonesia menjadi lebih beragam, kaya dan beberapa rumah tradisional yang ditampilkan kali ini menjadi “tampak berbeda” dari bentuk aslinya/ atau semula.
Rumah vernakular yang banyak ditemukan di pedesaan, dibangun menggunakan bahan-bahan alami seperti atap ilalang, bambu, anyaman bambu, kayu kelapa, dan batu. Bangunan tersebut dibuat menyesuaikan dan selaras dengan lingkungan setempat. Rumah-rumah di pedalaman Indonesia masih banyak yang menggunakan bambu, namun seiring proses modernisasi, bangunan bambu ini sedikit demi sedikit berganti dengan bangunan dinding bata. Indonesia memiliki budaya yang sangat beragam. Keanekaragaman di setiap daerah memiliki karakter atau ciri yang menjadi icon di wilayahnya. Demikian juga di dalam dunia arsitektur, masyarakat lokal mengangkat budaya mereka dan mengimplementasikannya dalam bentuk bangunan yang dijadikan sebagai bangunan suci, tempat tinggal, tempat bermusyawarah dan atau untuk keperluan lainnya.
Perkembangan arsitektur yang begitu cepat dan beragam membuat dunia arsitektur Indonesia mengalami perubahan cukup signifikan karena keberadaan masyarakat yang dapat menerimanya dengan baik, walaupun sebagian yang lain ada juga yang menolaknya, karena kepercayaan yang masih melekat dalam diri mereka. Keragaman budaya Indonesia juga terlihat dari keaneka-ragaman khas arsitektur rumah tradisionalnya, yang beragam bentuknya sesuai banyaknya suku-suku yang tinggal di berbagai daerah Nusantara. Dari bermacam-macam gaya arsitektur rumah tradisional tersebut, ternyata satu sama yang lain memiliki kemiripan dan ciri-ciri tertentu, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Berpondasi Tiang Kayu, seperti perkampungan Baduy dan Batak Karo, kita akan menjumpai hunian berbentuk rumah panggung yang menggunakan tiang kayu sebagai pondasi utamanya. Rumah panggung akan sangat berguna di saat banjir. Celah pada lantai rumah panggung pun dapat berfungsi sebagai ventilasi ketika cuaca panas. Selain itu, manfaat rumah berbentuk panggung adalah pada bagian bawahnya biasanya dijadikan ruang untuk menyimpan hasil panen atau tempat memelihara hewan ternak. Di daerah tertentu, bagian bawah rumah panggung juga berfungsi sebagai tempat perlindungan dari ancaman binatang buas yang bisa sewaktu-waktu menyerang.
2. Ciri berikutnya adalah memiliki “bubungan” atau puncak atap yang memanjang, seperti rumah masyarakat Batak Karo, Minangkabau, dan rumah bangsawan Toraja serta terlihat juga pada atap rumah di Jawa. Atap yang memanjang artinya atap utama rumah cenderung panjang menjauhi dinding bangunan dan berfungsi sebagai unsur utama hunian. Rumah-rumah tradisional Jawa dapat diklasifikasikan menurut bentuk atapnya dari yang terendah ke tertinggi, yaitu Kampung, Limasan dan Joglo. Dahulu kala, bentuk atap rumah tradisional Jawa dapat mencerminkan strata penghuninya yang diidentifikasikan sebagai rakyat biasa, dengan bentuk atap yang paling sederhana (Kampung). Sedangkan atap Limasan digunakan untuk rumah keluarga Jawa yang memiliki status sosial lebih tinggi. Sedangkan Joglo adalah bentuk atap yang paling khas dan rumit. Atap Joglo diidentikkan dengan tempat tinggal para bangsawan (keraton, kediaman resmi, bangunan pemerintah, dan rumah bangsawan Jawa atau nigrat).
3. Penggunaan material alam sebagai bahan bangunan merupakan wujud penghormatan dan pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah serta wujud terimakasih masyarakat Indonesia kepada Tuhan pencipta alam. Material bangunan hampir seluruhnya berasal dari alam, diantaranya kayu, bambu, ijuk, serta bermacam dedaunan dan serat tanaman. Bahan-bahan tersebut digunakan dengan teknik pengolahan dan pembangunan yang kaya tradisi dan kearifan lokal. Misalnya bangunan di Bali yang masih menggunakan bambu dan kayu sebagai bahan utama bangunannya, serta penggunaan paku atau teknik ikat untuk menyatukan aneka material bangunan. Sifat material alami ini mampu menyesuaikan suhu ruangan dan membuat orang-orang modern sangat nyaman dan menyukainya. Faktanya, bangunan rumah dengan material alami juga bisa mencapai umur 90 hingga 100 tahun.
Rumah tradisional yang ditampilkan dari 34 provinsi kali ini tidak hanya menjadi ikon daerah atau provinsi saja, namun dimaksudkan juga untuk meyakinkan kaum millenial para penerus bangsa, bahwa nenek moyang bangsa yang besar ini memiliki keahlian di bidang arsitektur. Para arsitek rumah tradisional tidak hanya mementingkan kegunaan rumah yang dibangunnya, tetapi juga mempertimbangkan nilai dan makna yang terkandung dalam bentuk bangunan tersebut. Karena rumah tradisional adalah bagian dari kekayaan budaya Indonesia, wajib tentunya bagi kita untuk mengabadikan, mengetahui dan memahaminya.
Pada dasarnya, rumah tradisional adalah rumah yang dibangun dengan cara yang sama dari generasi ke generasi dan tanpa atau sedikit sekali mengalami perubahan. Rumah tradisional juga dimaknai sebagai rumah yang dibangun dengan memperhatikan kegunaan, serta fungsi sosial dan makna budaya dibalik corak atau gaya bangunannya. Penilaian kategori rumah tradisonal dapat juga dilihat dari aspek kebiasaan masyarakat ketika rumah tersebut didirikan, misalnya untuk upacara adat. Rumah tradisional adalah ungkapan bentuk rumah karya manusia sebagai salah satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh kembangnya kebudayaan dalam masyarakat. Ragam hias yang menyertai rumah tradisional merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan menjadi komponen penting dari unsur fisik cerminan budaya dan kecendrungan sifat budaya yang terbentuk dari tradisi masyarakat setempat. Visualisasi rumah tradisional dapat juga melambangkan kehidupan sosial, politik, ekonomi dan lain-lain. Di setiap daerah di Indonesia mempunyai rumah tradisional-nya masing-masing, yang beragam karena keragaman budaya dalam setiap daerah yang ada di Indonesia. Sebagian dari rumah tradisional Indonesia tersebut, antara lain adalah:
Rumah Krong Bade atau biasa disebut juga Rumoh Aceh. Ciri khas rumah ini memiliki tangga di depan rumah sebagai jalan masuk ke dalam rumah dan uniknya lagi anak tangga tersebut berjumlah ganjil. Rumah Krong Bade mengaplikasikan bangunan menjulur dari timur ke barat mengambil garis imajiner ke arah Ka'bah. Model rumah panggung ini, dindingnya terbuat dari kayu dan dihiasi dengan lukisan. Bagian atap, diberikan material daun rumbia. Sedangkan lantai terbuat dari bambu atau enau. Keunikan lainnya adalah pintu rumah dibuat lebih pendek yaitu 1,2 meter hingga 1,5 meter, yang bertujuan agar orang yang memasuki rumah ini memberikan salam hormat pada pemilik rumah tanpa mengenal sosial ataupun kasta.
Rumah Joglo merupakan salah satu ciri khas rumah tradisional Jawa. Rumah ini terbagi dalam beberapa ruang seperti pendapa, pringgitan, dalem, sentong, gandok tengen, dan gandok kiwo. Pendapa digunakan sebagai ruang pertemuan untuk acara besar, karena tidak memiliki sekat, atau tempat pagelaran kesenian. Di area pendapa inilah ciri khas Rumah Joglo terlihat dengan adanya struktur konstruksi soko guru pada kolom utamanya. Pada bagian pringgitan digunakan sebagai area penghubung antara pendapa dengan rumah dalem dan biasanya digunakan juga sebagai ruang tamu. Sedangkan bagian dalem adalah ruangan untuk bersantai keluarga yang merupakan area privasi bagi pemilik rumah.
Rumah Bagonjong atau Rumah Gadang adalah sebutan bagi rumah tradisional di Sumatera Barat. Keunikannya terlihat jelas dan menonjol pada bagian atap yang memiliki bentuk seperti tanduk pada ujung atapnya. Ruangan dalam rumah ini tidak memiliki sekat kecuali pada kamar tidur. Sebagai rumah bersama, Rumah Gadang dilambangkan sebagai kehadiran suatu kaum. Pada bagian depan rumah dilengkapi ukiran ornamen dan umumnya bermotif akar, bunga, daun dan bidang persegi empat serta genjang. Setiap elemen di rumah ini mempunyai makna tersendiri. Dapur dibangun terpisah di bagian belakang yang ber-dempet pada dinding.
Keunikan Rumah Rakit dari Bangka Belitung terletak pada posisi dan bentuknya. Seperti namanya, rumah ini mirip dengan rakit dan dibangun di atas sungai. Karena hal itulah rumah satu ini juga populer di kota Palembang. Pembangunan rumah ini berada di atas sungai, karena sungai dianggap sebagai sumber mata pencaharian dan sumber makanan bagi masyarakat. Material yang digunakan berupa bambu jenis Manyan yang dapat mengambang di air dan balok kayu, papan atau bambu untuk dinding. Salah satu unsur dan bahan utama rumah adalah rotan sebagai pengikat bambu dan atapnya bersumber dari bahan alami yang dianyam.
Rumah satu ini mudah dikenali karena gapuranya yang khas. Rumah Gapura Candi Bentar asal Bali menyerupai bentuk pura dengan gapuranya di bagian depan. Desainnya sangat kental dengan budaya dan agama masyarakat-nya yang sangat menjaga harta kebudayaannya. Dari materialnya, bahan bangunan akan bergantung pada tingkat kemapanan tiap pemilik. Pada masyarakat biasa, spesi dari lumpur tanah liat pun bisa dijadikan dinding bangunan namun untuk golongan atas menggunakan batu bata. Tempat suci/ tempat ibadah pun perlu didesain dan dimiliki satu keluarga atau suatu kumpulan kerabat. Untuk kalangan yang mampu bisa menggunakan ijuk sedangkan kalangan kurang mampu menggunakan alang-alang atau genteng sebagai atap.
Rumah Tongkonan merupakan rumah tradisional masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan. Ciri khasnya adalah atap melengkung menyerupai perahu tersusun oleh bambu. Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau. Pada bagian dalam dijadikan tempat tidur dan dapur. Sedangkan di bagian depan terdapat lumbung padi. Tongkonan dibagi berdasarkan tingkatan atau strata sosial di Toraja. Struktur panggung juga menjadi andalan rumah adat ini. Tiang bulat yang menjadi penyangga lantai dinding dan atap tidak ditanam dalam tanah namun langsung diletakkan pada batu berukuran besar yang dipahat berbentuk persegi. Sedangkan pada papan dinding dan lantai direkatkan tanpa paku namun diikat atau ditumpuk dengan sistem kunci. Dengan sistem tersebut-pun rumah tradisional ini dapat bertahan hingga puluhan tahun.
Rumah Lamin dari Kalimantan Timur dibangun oleh masyarakat suku asli Kalimantan yaitu Dayak Timur. Ciri khasnya adalah berbagai corak ornamen yang terlihat di setiap sisi rumah. Rumah Lamin juga menjadi rumah tradisional terbesar di Indonesia dengan panjang 300 meter, lebar 15 meter, dan tinggi kurang lebih 3 meter. Penghuni rumah ini bisa mencapai 12 hingga 30 kepala keluarga. Terdapat dua macam tiang di rumah ini yaitu tiang penopang lantai dan penyangga atap. Pada halaman depan dilengkapi dengan patung Totem yang dipercaya sebagai dewa oleh suku Dayak. Warna yang diterapkan pada rumah ini pun memiliki arti tersendiri. Warna kuning melambangkan kewibawaan, merah keberanian, biru kesetiaan, dan putih kebersihan jiwa.
Rumah Banjar Bubungan Tinggi merupakan salah satu rumah tradisional suku Banjar yang menjadi ikon provinsi Kalimantan Selatan. Bentuknya yang memanjang menjadi ciri khas rumah yang menyesuaikan dengan fungsi ruangnya. Atapnya yang tiba-tiba meninggi pun menjadi hal yang ikonik dari rumah ini. Bahan konstruksi yang digunakan untuk rumah ini adalah kayu yang tentunya sangat mudah diperoleh di wilayah tersebut.
Lombok yang tidak kalah indahnya dengan pulau Bali tidak hanya menunjukkan alam yang menarik namun juga kebudayaannya. Salah satunya adalah rumah tradisional Sasak yang memiliki bentuk dan material unik. Dinding rumah terbuat dari anyaman dan atap rumah terbuat dari jerami atau akar alang-alang. Lantai rumah Sasak menggunakan campuran batu bata, abu jerami dan juga getah pohon. Rumah tradisional ini memiliki posisi penting di kehidupan manusia karena menjadi tempat privasi keluarga dan juga untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya dan setiap ruang dari rumah ini juga terbagi berdasarkan kegunaannya.
Rumah tradisional yang langka dari pulau Flores ini hanya terdapat di kampung adat Wae Rebo, sebuah desa terpencil di atas pegunungan. Bentuknya yang unik, mengerucut dengan tinggi 15 meter dan terdapat 5 lantai di dalamnya. Usaha melakukan konservasi untuk rumah Mbaru Niang juga mendapat penghargaan tertinggi dengan kategori Warisan Budaya dari UNESCO Asia Pasifik tahun 2012. Dengan lantai dasar berbentuk panggung, kelima lantai dalam rumah tersebut memiliki fungsi masing-masing. Lantai dasar sebagai tempat tinggal dan berkumpul, kedua untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang. Lantai ketiga tempat menyimpan benih-benih tanaman pangan seperti padi jagung. Lantai keempat untuk stok pangan jika terjadi kekeringan dan lantai paling atas digunakan untuk tempat sesajian dan persembahan kepada leluhur.
Rumah Honoi merupakan rumah tradisional yang berasal dari povinsi Papua, rumah Honoi dibangun hanya dengan kayu dan ilalang, dindingnya terbuat dari kayu, dan atapnya dari ilalang. Merupakan rumah tradisional Indonesia yang relatif sempit, dibuat tanpa jendela dan semuanya tertutup rapat tanpa celah cahaya. Rumah ini sengaja dibuat dengan rapat, supaya kondisi di dalam rumah tetap hangat. Meski kondisi diluar rumah dalam keadaan dingin, karena mayoritas penduduk Papua bertempat tinggal di daerah perbukitan dan dataran tinggi. Disamping Honoi, terdapat juga rumah tradisional lain yang berada di tanah Papua ini, antara lain:
Rumah Mod Aki Aksa adalah rumah tradisional asli dari penduduk suku Arfak yang menetap di kabupaten Manokwari, Papua Barat. Bentuknya hampir mirip dengan rumah Honai, akan tetapi rumah ini berbentuk panggung. Rumah Mod Aki juga memiliki ciri khas, yaitu mempunyai banyak penyangga di bagaian bawah lantainya. Sehingga Rumah Mod Aki Aksa ini sering juga disebut sebagai Rumah Kaki Seribu. Rumah ini dibangun dari bahan alam seperti, kayu, pelepah sagu, ilalang dan tali dari kulit pohon.
Rumah tradisional Lgkojei berasal dari suku Wamesa yang berada di Teluk Cendrawasih. Rumah ini menyerupai rumah Mod Aki Aksa. Persamaannya ada pada kaki rumah yang memliki banyak penyangga, akan tetapi rumah ini, bentuknya lebih mirip seperti rumah panggung, dengan atap rumah lebih modern. Selain itu juga memiliki banyak fentilasi udara, dan juga memiliki lubang cahaya, atau bisa dibilang rumah tradisional ini sebagai rumah tradisional perkembangan.
Diambil dari berbagai sumber.