Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan penanggalan dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti kalender Sunda yang merupakan kalender tertua di Indonesia telah digunakan sejak tahun 122 Masehi. Selain kalender Sunda, masih terdapat beberapa penanggalan tradisional Indonesia, seperti kalender Jawa, kalender Bali, kalender Bugis, dan kalender Batak. Pada umunya kalender tradisional di Indonesia ditetapkan berdasarkan masa edar bulan (lunar system).
Kalender Bali
Kalender Bali merupakan kalender Saka yang sudah dimodifikasi dan diberi tambahan elemen-elemen lokal Bali. Kalender Bali digunakan oleh orang Hindu Bali di pulau Bali dan Lombok. Satu tahun terdiri dari dua belas bulan dimana pergantian tahun adalah pada tahun baru Saka yaitu tanggal satu Waisakha atau penanggal ping pisan sasih kadasa. Nama-nama bulan pada kalender Bali, yaitu: Kadasa, Jiyestha, Sadha, Kasa, Karo, Ketiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, dan Kasanga. Satu minggu terdiri dari tujuh hari dimana pergantian minggu dimulai pada Redite (Minggu) dengan nama-nama hari : Redite, Coma, Anggara, Buda, Wraspati, Sukra, Saniscara.
Kalender Batak Karo
Orang Batak Karo juga mempunyai kalender tradisional yang disebut Porhalaan. Porhalaan didasarkan pengitaran bulan mengelilingi bumi, satu tahun terdiri atas 12 bulan, masing-masing 30 hari sehingga keseluruhan hari berjumlah 360 hari. Nama-nama bulan dinamakan dengan nama binatang atau benda apa yang bersamaan dengan bulan bersangkutan.
Adapun nama-nama bulan adalah sebagai berikut: Bulan Sipaka sada merupakan bulan kambing, Bulan Sipaka dua merupakan bulan lampu, Bulan Sipaka telu merupakan bulan gaya (cacing), Bulan Sipaka empat merupakan bulan katak, Bulan Sipaka lima merupakan bulan arimo (harimau), Bulan Sipaka enem merupakan bulan kuliki (elang), Bulan Sipaka pitu merupakan bulan kayu, Bulan Sipaka waluh merupakan bulan tambak (kolam), Bulan Sipaka siwah merupakan bulan gayo (kepiting), Bulan Sipaka sepuluh merupakan bulan belobat baluat atau balobat (sejenis alat musik tiup), Bulan Sipaka sepuluh sada merupakan bulan batu dan Bulan Sipaka sepuluh dua merupakan bulan nurung (ikan).
Hari pertama setiap bulan jatuh pada bulan mati dan hari kelima belas adalah bulan purnama Panda kalender Batak tidak pernah diketahui angka tahun karena memang tidak pernah dihitung. Kalender tersebut tidak pernah dipakai untuk penanggalan melainkan untuk tujuan meramal hari yang baik yang disebut panjujuron ari.
AKSARA TRADISIONAL INDONESIA
Bukti tertua mengenai keberadaan Aksara Nusantara yaitu berupa tujuh buah yupa (tiang batu untuk menambatkan tali pengikat sapi) yang bertuliskan prasasti mengenai upacara waprakeswara yang diadakan oleh Mulawarmman, Raja Kutai di daerah Kalimantan Timur. Tulisan pada yupa-yupa tersebut menggunakan aksara Pallawa dan Bahasa Sansekerta. Berdasarkan tinjauan pada bentuk huruf Aksara Pallawa pada yupa, para ahli menyimpulkan bahwa yupa-yupa tersebut dibuat pada sekitar abad ke-4. Setidaknya sejak abad IV itulah Bangsa Indonesia telah mengenal bahasa tulis yang terus berkembang mengikuti perkembangan bahasa lisan.
Perkembangan ini dimulai terutama sejak bahasa daerah (misalnya Bahasa Melayu Kuno dan Bahasa Jawa Kuno) juga dituangkan dalam bentuk tulisan selain dari Bahasa Sansekerta yang pada masa sebelumnya merupakan satu-satunya bahasa yang lazim dituliskan. Sejak abad XV Aksara Nusantara berkembang pesat dengan ditandai beraneka-ragamnya aksara untuk menuliskan berbagai bahasa daerah hingga kemudian peranannya mulai tergeser oleh Abjad Arab dan Alfabet Latin.
Sebagaimana halnya dengan identitas budaya lokal di Nusantara, pada masa kini Aksara Nusantara merupakan salah satu warisan budaya yang nyaris punah. Oleh karena itu, beberapa pemerintah daerah yang merasa tergugah untuk menjaga kelestarian budaya tersebut membuat peraturan-peraturan khusus mengenai pelestarian aksara daerah masing-masing. Latar belakang inilah yang akhirnya antara lain menjadi dasar munculnya Aksara Sunda Baku pada tahun 1996.
Hampir semua aksara daerah di Indonesia merupakan turunan Aksara Pallawa yang berasal dari daerah india Selatan. Aksara Jawi, Aksara Pegon, dan Aksara Bilang-bilang merupakan turunan Abjad Arab, sedangkan Aksara Nagari berasal dari daerah India Utara. Baik Aksara Pallawa maupun Aksara Nagari adalah turunan dari Aksara Brahmi yang merupakan induk semua aksara di Asia Selatan dan Asia Tenggara.